Sunday, September 30, 2012

Short Stay Chiba University - Day 1


Arrived at Japan :
Habis turun dari pesawat dan masuk ke airport, kami harus jalan lumayan jauh, terus melewati pemeriksaan kesehatan yg pakai thermal sensor
Jalan menuju immigration counter
 Habis itu antri imigrasi, cukup panjang. Untungnya  petugasnya baik. Padahal teman-teman yang lain agak bermasalah krn harus nunjukkin invitation letter / bukti mahasiswa. Dan, lagi-lagi exbannernya Ardi ketinggalan di WC. Untung (lagi-lagi) ditemuin sama petugas keamanan setempat.
Lanjut dari imigrasi, nunggu bagasi. Habis bagasi kekumpul semua, ngelewatin bagian Customs dgn mudahnya. Ga dicek lg barangnya. Cuma diminta dokumen Customs yg tadi udah diisi. Petugasnya langsung blg "thank you".

Selewat Custom, dijemput oleh mahasiswa Chiba University asal Padang, Yoandri. Tapi dikasih tau kalo ternyata bus dan kereta udah habis. Jadilah nginep di bandara, kebetulan banyak juga yg nginep di situ, di semacam ruang tunggu gitu. Sholat juga di situ, karena nggak ada praying room.
ruang tunggu di Haneda airport
 Ada money changer (di sini disebutnya money exchange) yang masih buka. Oiya, katanya kalo di haneda, harga makanan / barang di dalem bandara, gak jauh beda sama yg diluar bandara. Ga sampe 50% bedanya. Paling cuma faktor sewa kios lebih mahal. Ga ada faktor "memanfaatkan" pembeli yg ga punya pilihan lain.
Ardi yang kelupaan nukerin rupiah ke yen. untung money changernya masih buka
 Di Haneda, Lawson buka 24 jam. Bagi saya, beli makanan di sini (Jepang pada umumnya) perlu hati2, karena roti pun ada yg mengandung daging babi. Di depan kasirnya ada tipbox. Saya beli coffee latte botolan & apple pie.
contoh bakpau yang mengandung pork
di ingredients pada bungkus roti tersebut, terdapat kanji (artinya babi) dan 肉 (artinya daging)
Sebagai warga Indonesia, saya yang terbiasa dengan WC umum sederhana dan cenderung jorok merasa senang dengan WC di Jepang. jauh lebih futuristik. Lampu nya yang redup, tiba-tiba menjadi terang begitu saya mendekati toilet stall-nya. Di dekat closet, ada tombol-tombol yang membantu untuk flush, membilas, dan mengeringkan. Asik deh *norak*

Toilet umum di Haneda airport
  Lalu kami menghabiskan waktu dgn main uno, dari jam 2 hingga jam 4an. Ada juga yang sibuk-sibuk cari colokan, biasa orang jaman sekarang nggak bisa jauh-jauh dari colokan. Untung saya nggak perlu *padahal karena bawa power bank*. Lalu saya lanjut sholat, karena loket bus sudah dibuka. Walaupun busnya baru buka pukul 5 lewat. Bus yg jadwalnya jam 5 lewat itu pun tujuannya ke Chiba University (2 tmn kami tujuannya kesitu), sementara yg tujuannya ke dormitory kami, jadwalnya jam 6.20 am local time.
Salah satu fakir colokan. Sebut saja namanya "Uci"
Sibuk begadang sambil mengganggu orang lain yang tidur dengan bermain UNO
Bus kami dengan destinasi Inage
Kami tiba di sekitar stasiun Inage jam 7 pagi lewat, ga ngeh jam tepatnya jam berapa. Perjalanan dari halte bus ke dorm nggak jauh, sekitar 800m. Tapi perjalanan cukup melelahkam karena salah satu teman, kaki buatannya mengalami masalah. Akhirnya setelah perjalanan sambil olah-raga itu, kami tiba di dorm, lalu kunci kamar dibagikan, dan kami baru tau kamar kami di lantai 4, naik via tangga. Hosh.

Sampe di kamar, merasa kamarnya oke juga. 1 living room, dapur dgn kompor dan kulkas, 2 bedroom, masing-masing 2 bed, 1 kamar mandi, mesin cuci dan dilengkapi AC & waterheater. Ditambah disediakan router+4 kabel LAN (kami berempat sekamar) untuk mengakses internet kecepatan tinggi. Dan lagi-lagi exbannernya Ardi ketinggalan di bawa. Untung dibawakan oleh mas Yoandri. Sayang, Mas Yoandri bawa nya ke lantai 5, kamarnya Uci. Jadilah exbannernya Ardi disandera oleh Uci.

Setelah settle di dorm, kami diajak oleh mas joandri untuk ke toserba yg jual barang elektronik, namanya Daiso, barang-barangnya kelipatan 105 yen.
Kami pun berjalan kaki kesana, melewati sebuah taman, dan berjalan di perumahan sekitar 4 blok. Jalan kaki disana, sudah bisa ditebak, nyaman. Tapi karena kota kecil dan permukiman, banyak juga jalanan yang ga bertrotoar. Still, masih nyaman untuk jalan karena kendaraan dikit dan pengemudinya ngehargain pejalan kaki. Kemudian, untuk menyebrang, di sini lazim kok untuk menyeberang tidak menunggu lampu penyebrang sampai hijau (untuk dijalan kecil/permukiman). Asal yakin kosong, bisa nyebrang. Klo ga yakin, baru pencet tombol di tiang lampu lalu lintas supaya mobil2 pada berhenti. Nah tapi, sesampainya di tujuan (Daiso) ternyata masih tutup, dan kami baru sadar kalo saat itu masih jam 8 pagi. Akhirnya kami masuk ke mini market yang banyak disekitar situ, karena tmn kami yg kakinya bermasalah tadi butuh isolasi.

Minimarketnya, ya kaya indomaret. Penjaganya ibu2 tua ramah. Di sini saya senang nemuin mangkok plastik, karena lg butuh alat makan. Tapi saya diberitahu sesuatu oleh mas Yoandri, yang mengingatkan saya tentang apa yg pernah diceritakan oleh guru saya ketika SMP, bahwa di Jepang, mangkok artinya alat kelamin wanita dan cincin artinya alat kelamin pria. eh, atau kebalik ya? pokoknya saru deh. Pas bayar, karena kendala bahasa, saya bingung ketika ditanya apakah belanjaannya mau digabungin atau tidak. Kemudian kami kembali ke dorm dan tidur karena kelelahan.

Sepanjang perjalanan berbelanja tadi, Mas Yoandri bercerita banyak hal. tentang  kalau belanja di Jepang, di supermarket akan ditanya apakah kita membutuhkan kantong plastik. Bila ya, akan dikenakan charge 6 yen. Tapi kalau di minimarket macam 7eleven, otomatis kita akan diberikan kantong plastik.

Kemudian di jalan saya sempat melihat ada TV yang dibuang di pinggir jalan. Mas Yoandri cerita, kalau di sini, kalau mau buang barang (misal mobil) harus bayar juga. Kadang, 'harga buang' lebih tinggi drpd harga pas belinya dulu. Jadilah ada orang2 yang buang barangnya diem2 tengah malam di pinggir jalan, seperti TV yg saya lihat td.

Bangun tidur siang, kami sekamar berangkat belanja ke Daiso. Daiso berada di lantai 3, di mana di lantai 1 nya adalah supermarket bernama Maruetsu dan lantai 2 nya game center semacam timezone gitu.
Daiso itu toserba yang harga-harga barangnya kelipatan 105 yen. Asik sih, lumayan lengkap, tp barang-barang esensial yg kami butuhin malah ga ada.

Terus kami turun ke lantai 1, ke Maruetsu. Di sini kami nemuin dan belanja banyak barang. Dari mulai ikan teri, sampai panci teflon buat masak. Agak susah sih belanja makanannya, karena kami nyari yg halal.

Keluar dari Maruetsu, kami disambut mendung. Ada sedikit cipratan-cipratan gerimis, tapi orang2 udah pada heboh ngeluarin payung. Emang sih, kabarnya ada typhoon yang mendekat. Kami pun bergegas pulang menuju dormitory.

Sampe di dorm, saatnya masak. Saya kebagian masak telur. Jadilah saya masak telur dadar, menggunakan sumpit. Lesson learned, kalau menggoreng telur dgn bantuan sumpit, telurnya jgn tebel2. Sekali goreng 1 telur udah cukup. Soalnya kalo tebel2, pas telor mau dibalik menggunakan sumpit, telornya bakal robek / pecah karena terlalu berat.

Setelah Pak Cahya memasak nasi, maka semua makanan sudah  jadi, kami semua makan dan ngeteh manis pakai sariwangi (sariwangi loh). Well, mungkin karena lidah nya pada terbiasa sama teh manis, karena teh-teh disini tawar semua.

Di luar angin mulai bertiup kencang. Gerimis semakin lebat, tapi tetap tidak berubah menjadi hujan deras. Pada waktu malam menjelang mau tidur, anginnya semakin menjadi-jadi. Jendela  kamar seperti digedor-gedor. Suara angin mendesing-desing keras. Yah, udah gabisa apa-apa lagi selain meringkuk di kasur. Lagian, sSaya udah berada di tempat tidur bagian atas dari tempat tidur tingkat yang tersedia, juga mulai merasa mengantuk. Lampu kamar sudah dimatikan, Ardi di tempat tidur bagian bawah sudah mendengkur. Baiklah, mari kita tidur diiringi nyanyian keras angin.
Oyasugozaimasu


====end of day 1====

No comments:

Post a Comment